Sabtu, 16 Februari 2008

MARAH PADA PEMBUAT TEMPE GORENG

Beberapa waktu lalu kantor saya, SMA 9, mengundang sorang motivator. Waktu saya dapat undangannya, saya langsung senang. Terbayang saya akan dapat banyak jawaban dari banyak pertanyaan dalam hidup saya.

Sayangnya, pas harinya saya datang terlambat. Saya harus mengantar anak saya dulu yang masih TK piknik ke pantai. Sialnya, dalam perjalanan pulang, yang harusnya kalau lancar saya tidak terlalu terlambat untuk mengikuti ceramah tersebut, mikrolet yang kami carter malah mogok segala. Alhasil saya datang pas ceramah sudah jalan agak lama. Kata ibu, yang juga guru di SMA itu juga dan ikut dari awal, materinya bagus banget. Yah, anyway saya masih bersyukur karena masih dapat sedikit. Dan ternyata yang sedikit itu sangat membekas di hati saya sampai sekarang sehingga benar-benar mengubah total cara pandang saya.

Yang saya dapat dari ceramah itu, pertama, semacam pembenaran atas apa yang selama ini saya lakukan, yaitu untuk menahan marah. Saya kira dapat petuah apapun, yang namanya marah itu tidak perlu. Saya sudah pernah membaca bahwa marah itu sama saja melepas energi positif. Dan itu jelas tidak baik, kan? Lebih baik meraih energi positif dengan memaafkan orang daripada harus melepaskan energi positif dan justru orang lain yang mendapat energi positif dari kita. Ada beberapa hadist juga yang menyebutkan bahwa marah itu tidak baik.

Masalahnya, pendapat saya ini bertentangan dengan ibu. Menurut beliau, kalau tidak marah nggak lega. Yah, namanya orang kan beda-beda. Kami jalankan apa yang kami yakini benar dan enak buat kita aja. Ibu saya lebih suka meluapkan amarah, saya lebih suka menahannya, ya nggak apa-apa. Ternyata setelah hari itu ibu jadi tahu bahwa pandangan saya selama inilah yang benar. Sepertinya setelah itu beliau mulai belajar untuk memaafkan dan menahan marah daripada mengeluarkannya.

Pandangan lain yang benar-benar merubah total cara pandang saya selama ini adalah analogi yang diberikan pak Bambang, nama motivator tersebut, analogi mengenai pembuat tempe goreng. Ini diberikan dalam konteks memberikan maaf pada orang lain.

Dia bilang,

”Kalau pembantu kita membuat tempe goreng, siapa yang kita marahi? Pembantu kita, atau tempe gorengnya?”

”Ya jelas pembantu kita, dong.”

Sampai di sini saya belum tahu kemana dia akan membawa kami. Saya terhenyak ketika kemudian dia bilang,

”Kalau ada orang yang membuat anda jengkel lalu marah, sementara orang itu adalah ciptaan Tuhan, siapa yang ada marahi sebenarnya?”

Iya, ya. Saya baru sadar, inilah analogi yang pas untuk menghalangi kita dengan mudah menghakimi orang lain. Saya jadi ingat waktu saya curhat ke teman saya ketika ada yang menyindir masa lalu saya. Saya bilang, ”Bu, kalau bisa milih, saya pasti juga milih untuk memiliki masa lalu yang baik-baik saja, seperti ibu itu (yang menyinidir saya). Tapi inilah jalan yang diberikan Allah untuk saya. Saya harus terima dengan ikhlas.”

Akhirnya, pada dasarnya sebagai manusia kita memang tidak bisa lepas dari pikiran bahwa semua jalan ini sudah ada yang mengatur from the very beginning. Mungkin jalan saya juga sudah tercatat dengan detil sejak saya ceprot lahir ke dunia. Yang harus saya lakukan adalah berbuat yang terbaik dalam kerangka mencari ridlo Allah.

Sejak mendapat ceramah itu, saya tidak bisa lagi jengkel sama orang tanpa mengingat bahwa dibalik semua yang menjengkelkan itu ada Sang Pembuat yang memang menciptakan orang seperti itu on a purpose. Kalau ada teman yang menjengkelkan karena sombong dan selalu mau menang sendiri, saya yang awalnya jengkel akhirnya tidak jadi karena tahu memang itulah yang dimaksudkan Sang Pembuat. Kalau ada teman yang suka menjelek-jelekkan Mrs X padahal akhirnya dia sendiri menjilat pada Mrs X, saya juga tidak bisa terlalu jengkel lagi. Kalau ada murid yang sampai bikin eneg saking nakalnya, saya Cuma bisa bilang, ”Subhanallah”. Diberi hidup sekali di dunia saja kok harus menjalani jadi orangyang nggak bener dan jadi musuh orang banyak (lha semua guru jengkel setengah mati sama dia)

Meski analogi yang hebat tentang pembuat tempe goreng tadi begitu dalam menusuk hati saya hingga saya tidak mudah lupa pada Sang Pembuat, toh ternyata ceramah yang mengubah cara pandang saya secara total itu tidak terlalu berarti buat sementara teman. Beberapa waktu setelahnya, di ruang guru ada yang bilang,

”Yah itu kan pak Bambang (si motivator tersebut), gampang buat dia bicara seperti itu. Tapi kan buat kita nggak mudah ngelakuinnya. Memangnya semua orang disuruh seperti dia? Ya nggak bisa.”

Wah, kalau saya sih, bukannya ”itu kan dia, dia bisa. Saya sih nggak bisa” tapi saya balik ”kalau dia bisa kenapa saya enggak?” Gitu aja.

Toh orang nggak selalu sama. Balik lagi, Sang Pembuat memang maunya begitu....

Sesungguhnya, keadaanNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : ”Jadilah!” maka terjadilah ia.(QS.Yassin:82)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda